Kamis, 15 November 2012

APANNAKA-JATAKA



BUKU  I - EKANIPATA [1]

No. 1

APANNAKA-JATAKA
 
                Perbincangan ini [2] mengenai Dhamma yang disampaikan oleh Sang Buddha ketika Beliau berdiam di vihara besar di Jetavana dekat Savathi.
      "Tetapi siapakah, anda tanyakan, apakah itu sampai kepada Kisah ini?
Adapun, itu adalah ke lima ratus kawan-kawan dari bendahara, pengikut orang yang menggunaan Hukum secara keliru. [3]

                Pada suatu hari, Anathapindika, [4] sang Bendahara, membawa lima ratus orang kawan-kawannya pengikut ajaran lain pergi denganya ke Jetavana, ia juga membawa seuntaian besar barang-barang, wewangian, dan salep, bersamaan dengan minyak, madu, sirup manis, pakaian, dan baju-baju luar. Setelah memberi hormat kepada Sang Buddha ia menyampaikan persembahan kepada Beliau dan memberikannya ke Saudara-saudara di Vihara, minyak, obat dan lainnya bersamaan dengan baju-baju dan setelah ini dilakukan dia mengambil tempat duduknya pada satu sisi sejauh (kesalahan) di bawah.

                Begitu juga dengan pengikut-pengikut dari ajaran lain, menghormat Sang Buddha, dan mengambil tempat duduk di sisi dekat Anathapindika, memandangi wajah sang Guru yang mulia seperti bulan penuh, pada penampilannya yang tampan sekali, diwarisi oleh tanda-tanda dari ke-Buddha-an dan dikelilingi sinar sekitar enam kaki dan dari banyak kemuliaan yang menandai seorang Buddha, sebuah kemuliaan yang dipancarkan seperti sinar dalam untaian sepasag-sepasang.

                Lalu, walau dalam suara yang mengguntur dari seekor Singa muda mengaum di dalam lembah Merah, atau seperti segumpal awan badai di musim hujan sepertinya membawa turun itu Bima sakti [5]  [96] dan se-akan-akan menenun seuntaian permata-permata, namun dalam sebuah suara yang sempurna, keindahan daripadanya enak didengar, Beliau berkotbah kepada mereka tentang Dhamma dalam sebuah percakapan penuh dengan kemanisan dan diterangi dengan bermacam-macam keindahan.

Mereka, setelah mendengar perbincangan sang Guru, bangkit semangatnya dan dengan penghormatan atas pengetahuan Yang Mulia, meninggalkan ajaran lain dimana mereka telah mengambilnya sebagai perlindungan, dan sekarang mereka mengambil ajaran Buddha sebagai perlindungannya.

Sejak itu tanpa berhenti mereka biasa pergi bersama Anathapindika, membawa wangi-wangian dalam tangannya dan untaian sejenisnya untuk mendengarkan Dhamma dalam wihara itu, dan mereka dilimpahi dengan kedermawanan, menjaga ucapan-ucapan dan menjaga hari puasa mingguannya. Sekarang Yang Suci pergi dari Savatthi kembali ke Rajagaha. Segera mereka kembali ke ajaran yang lain sebagai perlindungan mereka, mereka kembali kepada keadaan semula.

Setelah sekitar tujuh atau delapan bulan pergi, Yang Suci kembali ke Jevatana. Sekali lagi Anathapindika datang dengan kawan-kawannya kepada sang Guru, melakukan penghormatan dan membawakan wangi-wangian dan semacamnya dan mengambil tempat duduknya di satu sisi. Dan kawan-kawannya juga menghormati Yang Suci dan mengambil tempat duduk mereka dengan cara serupa.

Kemudian Anathapindika memberitahukan Yang Suci, tentang keadaan ketika sang Buddha berkeliling menyiarkan Ajarannya, kawan-kawannya telah meninggalkan perlindungan, kembali kepada ajarannya yang lama dan telah berubah kembali kepada keadaan mereka yang semula. Seperti membuka bunga teratai pada bagian mulutnya, sepertinya itu sebuah kotak kecil permata-permata, harum oleh bebauan yang baik dan diisi dengan berbagai wewangian dengan kebijaksanaan beliau pernah berbicara kepada orang-orang banyak, Yang Suci membuat suaranya merdu dan bertanya: "Apakah laporan itu betul bahwa anda sekalian, para upasaka, telah meninggalkan Tiga Perlindungan [6]  untuk mencari perlindungan pada ajaran yang lain?"

Dan ketika mereka tidak dapat menyembunyikan kenyataan, telah mengaku, berkata. "Benar, Yang Suci", kemudian sang Guru berkata, "Para upasaka, tidak di antara batas [7]  di bawah dan surga tertinggi di atas, tidak dalam semua dunia yang tidak terbatas, yang meregang ke kanan dan ke kiri, lebih kurang yang unggul yang menyamai daripada seorang Buddha dalam keunggulannya yang timbul dari mengikuti Firman-firman dari pemimpin yang bijak."

Kemudian Beliau menyatakan kepada mereka keunggulan Tiratana (Tiga Permata) sebagaimana telah dibukukan di dalam naskah Suci, di antara nomor-nomor itu sebagai berikut, "Dari semua makhluk, saudara-saudara, baik yang tidak berkaki, dari semua ini sang Buddha adalah pemimpinnya."
"Bagaimanapun kayanya di dunia ini ataupun di dunia lain." dan "Sesungguhnyalah pemimpin dari kesetiaan." Dari sini beliau meneruskan berkata: "Tak ada upasaka maupun upasika yang mencari perlindungan dalam Tiga Permata, yang diwarisi dengan keunggulan yang tidak ada taranya, pernah dilahirkan kembali dalam neraka dan keadaan semacam itu; tetapi dihindarkan dari semua kelahiran kembali dalam keadaan yang menderita, mereka dihantarkan kepada kerajaan para dewa-dewa dan di sana mereka mendapat kemuliaan yang besar. Maka itu, meninggalkan perlindungan seperti ini, untuk apa yang ditawarkan oleh ajaran lain, kamu telah tersesat."

Dan di sini Naskah Suci yang berikut ini dikutip untuk menjelaskan bahwa tidak seorang pun, untuk mendapatkan kebaikan yang paling tinggi, yang telah mencari perlindungan di dalam Tiga Permata, akan terlahir kembali dalam keadaan yang menderita."

        [97] Barang siapa yang telah berlindung dalam Buddha,
Tidak akan dihantarkan ke keadaan menderita,
Jalan lurus, bilamana mereka akan meninggalkan jasmaninya,
Dengan keyakinan ini seseorang akan terlahir di Alam Dewa [8]

Barangsiapa yang telah berlindung dalam Dhamma.......

Barangsiapa yang telah berlindung dalam Sangha, ....

Ada banyak macam Perlindungan yang dicari, Puncak Gunung, kesunyian Hutan .....

Bilamana ia melihat dan mendapatkan perlindungan ini, kesemuanya akan menghindarkannya dari setiap penderitaan. [9]

Tetapi Sang Guru tidak mengakhiri pengajarannya kepada mereka sampai di sini, Beliau meneruskan dan berkata: "Para upasaka, meditasilah dengan pikiran pada Buddha, meditasi dengan pikiran pada Dhamma (Kebenaran), meditasi dengan pikiran yang pertama, kedua, ketiga, dan keempat jalan pada kebahagiaan. [10]

Dan ketika Beliau telah membabarkan kebenaran kepada mereka dengan cara ini dan cara lainnya, Beliau berkata, "Dalam meninggalkan perlindungan semacam ini, anda telah tersesat." (dan di sini pemberian pada beberapa jalan kepada siapa-siapa yang meditasi pada pemikiran pada Buddha dan selanjutnya akan dijelaskan oleh kitab Suci sebagai berikut: "Adalah satu hal, saudara-saudara bila dilatih dan dikembangkan akan membantu mencapai hasil sesuatu yang sangat jijik dari kehampaan dunia, pada perhatian hawa nafsu, pada akhir segala sesuatu, pada kedamaian, pada pengertian, pada penerangan, pada Nirwana. Apakah yang satu ini? Meditasi pada pemikiran tentang Dhamma.")

Ketika Beliau telah menegur para pengikut, Yang Suci berkata, "Demikian juga pada waktu yang lampau, para pengikut orang-orang yang melompat kepada sesuatu kesimpulan yang bodoh bahwa memang tanpa perlindungan, sebagai suatu perlindungan yang nyata, jatuh menjadi tangkapan bagi jin-jin dalam sebuah rimba kota setan yang selalu menghantuinya dan dimusnakan habis-habisan, sedangkan orang-orang yang setia pada kebenaran, yang tidak dibantah, sejahtera di dalam rimba yang sama."

Dan waktu Beliau telah mengatakan ini, ia berdiam, kemudian bangkit dari tempat duduknya dan menghormati Yang Suci, upasaka Anathapindika memuji-muji dan dengan merangkap tangan ke atas kepala sebagai penghormatan, mengatakan sebagai berikut: "Itu jelas untuk kami, Guru, bahwa pada hari ini para pengikut-pengikut ini terseret oleh kesalahan, jadi meninggalkan perlindungan yang tinggi itu."

Tetapi kehancuran mematikan dari orang-orang yang tidak menghargai pendapat yang benar di dalam Rimba Kota Setan yang menghantui dan kesejahteraan dari orang-orang yang setia kepada kebenaran, adalah tersembunyi bagi kami dan diketahui oleh Guru.

[98] Semoga itu menyenangkan Yang Suci, sebagaimana sebab Bulan purnama terbit di langit, menjadikan hal ini terang bagi kita,". Kemudian Yang Suci berkata, "Itu hanya semata-mata dengan menyikat habis kesulitan-kesulitan dunia dengan menjalankan sepuluh kesempurnaan, [11]  saya menjadi orang yang maha tahu. Perhatikan dan dengarkan sedekat mungkin sebagaimana bila anda mengisi tabung emas dengan sum-sum singa.". Semua ini telah menggairahkan perhatian si Bendahara, ia telah menjadi terang hal lahir kembali telah tersembunyi dari mereka, sebagaimana dia membiarkan bulan purnama dari udara yang lebih tinggi, tempat kelahiran dari salju-salju.

Pada suatu waktu di kota Benares, di negeri Kasi, memerintah seorang raja bernama Brahmadatta.Pada waktu itu sang Bodhisatta dilahirkan pada suatu keluarga pedagang dan tumbuh dewasa dalam perdagangan, ia biasa melakukan perjalanan untuk itu dengan 500 pedati, bepergian dari timur ke barat dan dari barat ke Timur.

Di Benares juga ada seorang pedagang muda, yang berwawasan sempit dan pandir. Sekarang, pada waktu kisah kita, sang Bodhisatta telah memuati limaratus pedatinya dengan barang-barang yang mahal dari kota Benares dan mempersiapkan pedati-pedatinya untuk berangkat. Dan demikian juga si pedagang pandir itu.

Sang Bodhisatta berpikir, "Kalau pedagang muda pandir itu terus bersama saya sepanjang jalan, dan seribu pedati berjalan bersamaan, ini mengakibatkan beban terlalu berat untuk jalanan, akan menjadi sangat susah untuk mendapatkan kayu-kayu, air dan keperluan-keperluan lainnya untuk orang-orang atau rerumputan bagi sapi-sapi, jadi salah satu harus berangkat lebih dahulu." Kemudian Beliau menyampaikan dan memaparkan pandangannya kepada pedagang lainnya itu dan berkata, "Kita berdua tidak bisa berangkat bersamaan, bagaimana, maukah anda berangkat lebih dahulu atau belakangan?". Yang lainnya berpikir, "Saya akan mendapat banyak keuntungan kalau berangkat lebih dahulu, saya akan mendapatkan pucuk-pucuk dari rumput, orang-orangku akan dapat memetik tumbuh-tumbuhan untuk dimasak, sumber air tidak diganggu dan akhirnya saya akan tentukn harga yang saya hendaki untuk barang-barangku."

Sehubungan dengan ini ia menjawab, "Saya akan pergi lebih dahulu, Tuan yang baik.". Dipihak lain, Sang Bodhisatta melihat banyak keuntungannya kalau berangkat belakangan, Beliau berdebat pada dirinya sendiri. "Barang siapa yang pergi duluan akan meratakan jalanan yang masih kasar, kemudian saya akan berjalan sepanjang jalan yang mereka telah lalui, sapi-sapi mereka telah memakan rumput tua dan kasar, sedangkan sapi-sapiku akan makan rumput muda yang manis, yang tumbuh bersemi pada bekas rumput tua yang dimakannya, orang-orangku akan mendapatkan tumbuh-tumbuhan segar dan manis untuk masakannya karena yang tua-tua telah dipetiknya, bilamana tidak ada air, kafilah pertama akan menggali untuk persediaan mereka, dan kita akan minum dari sumur-sumur yang mereka telah gali, tawar menawar harga yang terlalu tinggi adalah pekerjaan yang mematikan, di mana saya mengikutinya kemudian, akan menjual barang-barang saya pada harga-harga yang telah mereka tetapkan.". Sehubungan ia melihat keuntungan semua ini Beliau berkata kepadanya, "Jadilah, anda berangkat lebih dahulu, tuan yang baik.". "Baik sekali, saya akan lakukan." berkata pedagang pandir itu. Lalu dia memasang dan mempersiapkan kereta-keretanya.

Sepanjang perjalanan, ia telah melewati kebiasaan-kebiasaan manusia biasa di belakang dan sampai pada bagian luar dari rimba belantara. (Sekarang rimba belantara terdiri dari lima macam, sebagai berikut: rimba perampokan, rimba binatang buas, rimba kekeringan, rimba raksasa/setan dan rimba kelaparan. Yang pertama ialah bila jalanan dikuasai oleh perampok-perampok, yang kedua ialah bila jalanan dikuasai oleh raksasa/setan dan yang kelima bilamana tidak bisa didapat umbi-umbian dan makanan. Dan dalam lima golongan rimba ini yang dalam pertanyaan ialah ke-dua-duanya yakni, kekeringan dan rimba raksasa/setan.)

Sehubungan dengan ini, pedagang muda membawa jambangan air yang besar di pedatinya, dan mengisinya dengan air, dipersiapkan untuk menyeberangi gurun pasir sepanjang 60 league yang terbentang di mukanya. Sekarang, ketika ia telah sampai pada pertengahan rimba itu, Jin yang selalu menghantuinya berkata pada dirinya sendiri, "Akan saya buat orang-orang ini membuang persediaan airnya, dan membinasakan mereka semua bila mereka dalam keadaan pingsan."

Maka dengan kekuatan sihirnya ia membentuk sebuah kereta yang indah yang ditarik oleh sapi-sapi jantan muda yang serba putih. Dengan seregu pengiring terdiri dari sepuluh orang muda yang serba putih. Dengan seregu pengiring terdiri dari sepuluh atau duabelas Jin yang mengenakan busur dan tempat anak-anak panah, pedang-pedang dan tameng, ia mengendarai untuk bertemu dengan mereka seperti penguasa yang hebat di dalam keretanya, dengan bunga-bunga teratai biru dan bunga lily air putih terangkai sekitar kepalanya, dengan rambut dan baju-baju yang basah dan dengan roda-roda kereta yang penuh lumpur. Pelayan-pelayannya di depan dan juga di belakangnya berjalan sepanjang jalan dengan rambut dan baju yang basah, dengan dihiasi bunga teratai biru dan bunga-bunga lily air putih di atas kepalanya dan dengan ikatan-ikatan dari bunga teratai putih ditangannya yang tangkainya menetaskan air dan lumpur.

Sekarang pimpinan kafilah mempunyai kebiasaan sebagai berikut: bilamana angin bertiup ke dalam giginya, mereka mengendarainya di muka di dalam keretanya dengan para pembantunya mengelilingi mereka dengan maksud menghindari debu, tapi bilamana angin bertiup dari belakang mereka, maka mereka mengendarainya di bagian dalam membentuk barisan di belakang.

Dan pada kejadian ini, angin sedang bertiup menerpa mereka, si pedagang muda sedang mengendarai di muka.
Ketika Jin itu jadi sadar dengan kedatangan pedagang itu, ia mengendalikan keretanya ke pinggir dari jejak jalanan dan menyapanya dengan baik, menanya padanya ke mana ia akan bepergian.
Pemimpin kafilah juga mengarahkan keretanya ke pinggir jalan agar kereta-kereta dapat saling lewat, sementara itu ia berhenti di pinggir jalan dan menyapa jin itu: "Kami baru saja dalam perjalanan dari kota Benares, Tuan. Tapi saya perhatikan bahwa anda mempunyai bunga-bunga teratai dan bunga-bunga lily air di atas kepala dan di tangan-tangan anda, dan orang-orang anda mengunyah tangkai yang bisa di makan, dan anda semua berlumpur dan basah dengan tetesan air.

Apakah hari hujan selagi anda dalam perjalanan, dan apakah anda melalui kolam yang dipenuhi oleh bunga-bungan teratai dan lily air ? Mengapa dari sebelah sana muncul suatu corak hijau tua dari hutan dan di sebelah depannya lagi hanya ada air melalui hutan itu ?"

"Di sana keadaanya selalu hujan, kolamnya penuh, dan pada tiap pinggirnya ada danau yang dipenuhi dengan bunga-bunga teratai dan lily Air."
Kemudian ketika iringan kereta itu telah lewat, ia bertanya ke mana mereka menuju, "Ke tempat yang demikianlah", itu jawabnya. "Dan barang-barang apakah yang ada di kereta ini dan di dalam sini ?". "Oh, ada air di dalamnya.". "Anda berbuat benar untuk membawa air dari arah yang lain, tapi itu tidak perlu lagi sekarang, karena pada perjalanan di depan, air berlimpah, maka pecahkanlah jambangan air itu dan buanglah airnya, itu akan membuat perjalanan anda lebih mudah." dan ia menambahkan, "Sekarang, teruskanlah perjalanan anda, karena kita sudah berhenti terlalu lama."

Kemudian ia pergi sedikit lebih lanjut, sampai dia tidak kelihatan dan dia berjalan balik ke kota jin di mana dia tinggal. Sebegitu bodohnya pedagang pandir ini, ia mengerjakan saran si jin itu, dan ia memecahkan jambangan itu hingga semua airnya terbuang, tanpa menyimpan seciduk tanganpun. Kemudian ia memerintahkan pedati-pedati untuk bergerak maju.

Tidak setetes air pun mereka jumpai di depan sana, dan kehausan membuat orang-orangnya kelelahan. Sepanjang hari, hingga matahari turun mereka terus bergerak maju, tetapi pada saat matahari terbenam mereka melepas pedatinya dan membuat suatu peristirahatan dan menambatkan sapi-sapinya pada roda pedati. Sapi-sapi tidak punya air untuk minum, dan orang-orang tidak ada air sama sekali untuk memasak nasi, dan sekumpulan orang yang kelelahan ini tergeletak di tanah, tertidur. Tetapi begitu malam tiba, para jin itu datang dari kotanya dan membunuhi setiap orang dan sapi-sapi itu, dan setelah mereka memangsa daging-daging mereka, meninggalkan hanya tulang-tulangnya saja; para jin itupun berpisah.

Ini hanya karena kebodohan pedagang muda itu yang menyebabkan kehancuran seluruh rombongan, yang tulang belulangnya berserakan ke segala arah, sedangkan ke lima ratus kereta itu terletak di sana dengan muatannya yang tidak disentuh.Sekarang, sang Bodhisatta telah melewatkan sekitar enam minggu sejak pedagang muda yang pandir itu berangkat, sebelum Beliau memulai perjalanan.Kemudian Beliau berjalan maju dari kota dengan lima ratus keretanya. Dan pada perjalanan yang semestinya, tibalah ia pada bagian luar rimba itu.

 Di sini Beliau telah mengisi jambangan air sampai pada persediaan yang cukup, dan dengan isyarat pukulan genderang, Beliau telah menyusun orang-orangnya dalam sebuah perkemahan dan berpesan kepada mereka: "Jangan sampai seciduk air pun digunakan tanpa seizin saya. Di sana ada pohon-pohon beracun dalam rimba ini, jadi jangan sampai di antara kalian memakan sembarang daun-daun, bunga-bunga atau buah-buahan yang sebelumnya belum pernah kamu makan, tanpa bertanya dulu kepada saya."

Dengan himbauan seperti ini kepada orang-orangnya, Beliau bergerak maju ke dalam rimba itu beserta lima ratus keretanya.Ketika Beliau tiba pada pertengahan rimba itu, jin itu membuat pemunculannya pada jalur perjalanan Bodhisatta seperti pada cara yang sama sebelumnya.

Tapi ketika Beliau menyadari adanya jin itu, sang Bodhisatta melihat melaluinya, dan Beliau berpikir pada dirinya sendiri, "Tidak ada air di sini, dalam gurun yang tanpa air ini. Orang ini dengan matanya yang merah dan sikap yang agresip, tidak membentuk bayangan, sangat mungkin sekali dia telah membujuk pedagang muda pandir itu yang mendahului saya, untuk membuang semua airnya, kemudian menunggu sampai mereka rusak total, telah memakan semua pedagang itu dan orang-orangnya. Tetapi dia tidak tahu kepandaian saya dan saya telah paham.". Kemudian Beliau berteriak kepada jin itu, "Pergilah! kami orang-orang dagang dan tidak membuang air yang telah kami punyai sebelum kami melihat di mana lebih banyak air, kami mungkin percaya untuk membuang air ini dan meringankan pedati-pedati kami.". Jin itu lalu berjalan sedikit lebih jauh sampai ia tidak terlihat lagi, dan kemudian kembali ke rumahnya di kota setan.

Tapi ketika Jin itu telah pergi, pengikut Bodhisatta berkata kepadanya, "Tuan, kami mendengar dari orang-orang itu bahwa di seberang sana ada corak hijau tua tanda dari hutan, di mana kata mereka keadaannya selalu hujan. Mereka telah mendapatkan bunga-bunga lily air di dalam tangannya dan memakan tangkai muda, sementara itu baju dan rambut mereka basah dengan air, jatuh menetes dari padanya, marilah kita membuang air kita, dan kita bisa jalan terus sedikit lebih cepat dengan pedati yang ringan." Mendengar perkataan ini, sang Bodhisatta memerintahkan berhenti dan mengumpulkan semua orang-orangnya.

"Katakan pada saya," katanya, "Adakah di antara kalian pernah mendengar sebelum hari ini bahwa di sana ada sebuah danau atau sebuah kolam di dalam rimba ini?". "Tidak, tuan," jawabnya."Mengapa itu telah terkenal sebagai 'gurun tanpa air'?". "Kita baru saja diberitahu oleh beberapa orang bahwa baru saja hujan di depan sana, di dalam hutan ini, sekarang, seberapa jauh sebenarnya hujan-angin bertiup?", "Satu league, tuan", "Dan apakah hujan angin itu mencapai seseorang disini?", "Tidak, tuan.", "Seberapa jauhkan dapat kami lihat puncak dari pada awan badai?", "Satu league, Tuan", "Dan adakah seseorang di sini telah melihat satu saja puncak awan badai itu?", "Tidak, tuan."

"Seberapa jauh kamu dapat melihat sinar kilat?", "Empat atau lima league, tuan.", "Dan adakah seseorang di sini telah melihat sinar kilat?", "Tidak, tuan.", "Seberapa jauh seseorang dapat mendengar suara guntur?", "Dua atau tiga league, tuan." "Dan adakah seseorang di sini telah mendengar suara guntur?" "Tidak, tuan.". "Ini adalah bukan orang tapi jin. Mereka akan kembali dalam harapan membinasakan kita bilamana kita lemah dan tdak sadar setelah kita membuang air kita sebagaimana yang mereka sarankan. Sebagaimana pedagang muda yang berangkat sebelum kita, bukanlah seseorang yang berakal, ia telah berbuat bodoh dengan membuang airnya dan telah dibinasakan begitu kelelahan muncul. Kita boleh berharap untuk mendapatkan kelima ratus pedatinya berdiri persis seperti pedati-pedati itu dimuati untuk berangkat, kita akan sampai pada mereka hari ini. Tetaplah pada kecepatan yang mungkin dicapai tanpa membuang setetespun air."

Dengan kata-kata dorongan ini pengikutnya maju terus. Beliau maju terus dalam perjalanannya sampai Beliau tiba pada lima ratus pedati yang berdiri persis seperti pedati-pedati itu dimuati dan tulang orang dan sapi berserakan pada setiap jurusan.

Beliau telah melepas pedatinya dan membentuk sebuah lingkaran hingga membentuk sebuah pertahanan yang kuat, Beliau melihat orang-orangnya dan sapi-sapinya telah makan lebih pagi, dan sapi-sapinya di buat berbaring di tengah-tengah dengan orang-orang disekelilingnya dan Beliau sendiri dengan orang-orang memimpinnya berdiri berjaga-jaga, dengan pedang di tangan, sepanjang tiga waktu dari satu malam, menunggu sampai fajar tiba.

Keesokan harinya, pada waktu fajar, ketika Beliau siap memberi makan sapi-sapinya dan segala sesuati yang diperlukan dilakukan, Beliau mengganti pedatinya yang lemah dengan yang lebih kuat, dan barang-barangnya yang biasa dengan yang paling mahal dari barang-barang yang terlantar itu.

Kemudian Beliau meneruskan perjalanan ke tujuannya di mana Beliau menukar persediaan barang-barangnya untuk dua atau tiga kali dari harganya, dan kembali lagi ke kotanya tanpa kehilangan seorangpun dari semua rombongannya.

[104] Kisah ini berakhir, berkata sang guru, "Maka itulah orang awam bahwa di masa lampau, sesuatu yang tak berguna mendatangkan kehancuran, sedangkan mereka yang setia pada kebenaran, terlepas dari tangan-tangan setan, mencapai tujuannya dengan selamat dan kembali lagi ke rumah mereka." Dan bilamana Beliau telah merangkai dua cerita ini bersama-sama, Beliau sebagai Buddha, mengucapkan syair berikut ini untuk kepentingan pelajaran tentang kebenaran.

Beberapa orang mengucapkan yang tunggal,Kebenaran yang tiada tara;
Tapi di samping itu, pemikiran yang salah berkata,
Biarkan dia, mengambil sebuah pelajaran dari sini, adalah bijaksana,
Dan genggam kuat-kuat yang tunggal ini, kebenaran yang tiada tara.

[105] Maka Yang Suci mengajarkan pelajaran ini menghargai kebenaran. Dan Beliau meneruskan berkata: "Apa yang dikatakan berjalan dengan kebenaran, tidak hanya memberikan tiga pemberian yang berharga, enam surga dari kerajaan perasaan, dan pemberian yang lebih tinggi dari Brahma, tapi akhirnya pemberian dari ke arahatan [106], dan juga apa yang dikatakan berjalan dengan kepalsuan, diakhiri terlahir kembali dalam empat keadaan hukuman atau dalam kasta terendah dari kemanusiaan." Selanjutnya sang guru terus menguraikan Empat Kebenaran [12]  Mulia dalam enam belas cara. Pada akhirnya semua ke lima ratus pengikut itu ditetapkan dalam hasil dari jalan yang pertama. [13]

Setelah membawakan pelajaran dan pengajarannya dan telah mengatakan dua cerita dan menetapkan menggabung keduanya bersama-sama sang guru menyimpulkan dengan mengakurkan kelahiran sebagai berikut: "Devadatta adalah pedagang muda yang pandir pada waktu itu, pengikut-pengikutnya adalah para pengikut pedagang itu, pengikut-pengikut Buddha adalah pengikut-pengikut pedagang bijaksana, yang mana adalah saya sendiri."


[1]       Naskah Kitab Suci Jataka, Yang salah satunya terdiri dari gathas atau pantun-pantun, dibagi menjadi “buku-buku” atau nipatas    sesuai dengan nomor dari gathas. Isi sekarang ini berisi 150 cerita yang dijelaskan, dan membentuk komentar dari satu gatha pada               tiap-tiap kejadian, dan menyusun jadi buku pertama. Buku-buku kemudiannya berisi jumlah yang bertambah dari gathas dan   jumlah yang berkurang dari cerita-cerita. Contohnya : Buku kedua berisi 100 cerita dua gatha, Buku ketiganya 50 cerita tiga-gatha,               dan seterusnya. Jumlah total Buku-buku atau nipatas ada 22, 21 daripadanya berbentuk Naskah dari lima isi Naskah Pali yang diterbitkan. Nipatas di bagi-bagi lagi jadi vaggas, atau kelompok dari kira-kira 10 cerita, dinamakan sebagai sebuah patokan setelah     cerita yang pertamanya. Bukan karena berpikiran ingin menghambat terjemahan dengan cara pembagian-pembagian ini.
[2]       Cerita pendahuluan biasanya mulai dengan mencatat, sepertinya sebuah kata yang menarik prhatian, Kata-kata yang pertama        dari gatha yang berikutnya.
[3]       Arti kata “sectaries”, tapi biasanya diterjemahkan “heretics,” satu ungkapan menjadi terlalu keagamaan suatu arti kata yang          diaplikasikan ke para ahli pikir.
        Ke - enam Saingan dengan siapa Gotama, terutama harus bersaing adalah Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesa - kembali,              Pakudha Kaccayana, Sanjaya Belatthi-putta, dan Nigantha Nata-putta (lihat : contoh, Samannaphala Sutta dalam Digha Nikaya,           Vol.1. p.47)
[4]       Ini sebuah Nama Keluarga, secara harfiah berarti “Pemberi makan si miskin” nama biasanya adalah Sudatta. Lihat cerita di dalam                Vinaya (Cullavagga), VI. 4, 9) bagaimana ia membeli Hutan kecil bagi pangeran Jeta sebanyak uang yang akan mengalasi tanah-       tanahnya, dan bagaimana ia kemudian membangun diatasnya Biara yang besar untuk sang Buddha.
[5]       Bima Sakti / Galaxy
[6]       Buddha, Kebenaran Kotbahnya, dan Persaudaraan yang beliau bentuk. Tiga serangkai ini dikatakan sebagai “Tiga Permata”
[7]       Pembicaraan setepatnya, paham Buddhist tidak mengenal Neraka hanya suatu Keadaan dimana Arwah harus mensucikan diri,     yang mana dari pada Tempat-tempat penyiksaan untuk sementara dan Pendidikan.
[8]       Perkataan Deva, saya telah berpegang pada bentuk Pali, berarti seorang “Malaikat”, dari pada seorang “Tuhan”dalam                 kepercayaan Buddhist yang tidak ada Tuhan. Lihat juga Rhys Davids dalam “Buddhist Suttas,” nya Hal. 162
[9]       Dhammapada, V. 188 - 192.
[10]     Lihat catatan hal. 12
[11]     Berdana, Kebaikan, Penyerahan, Kebijaksanaan, Tenaga  (Kekuatan), Kesabaran, Kebenaran, Penyelesaiaan, Cinta Kebaikan dan                 Ketetapan hati. (lihat. : Cariya Pitaka.pp.45 - 7 dari Naskah Pali diterbitkan oleh Dr.Morris untuk Pali Text Society). Lihat juga    Jataka No. 35 &c.

[12]     Empat Kebenaran Mulia Budhisme ini sebagai berikut :
n  1.             Keberadaan individu adalah Penderitaan,
n  2.             Keinginan menyebabkan kelanjutan daripada Keberadaan individu
n  3.             Dengan lenyapnya Keinginan, Keberadaan individu juga akan lenyap, dan
n  4.             Keinginan lenyap dengan mengikuti delapan  Jalan Mulia yang ditunjukan oleh sang Buddha (Lihat Rhys Davids
n                  Hibbert Lecture for 1881.)
[13]     Jalan yang normal ke Buddhist Yang ideal setelah pertobatan dibagi  kedalam empat Masa yang berhasil dinamakan cattaro magga               atau “empat Jalanan”.Yang pertama ialah melangkahi pada sotapanno (Seseorang “yang telah memasuki Arus” yang mengalir kebawah menuju Lautan Nirwana.) Siapa dipastikan mencapai akhir tujuannya, tapi lebih dulu melalui tujuh lagi Kelahiran tanpa  satu Kelahiranpun dalam keadaan menderita, Jalan kedua ialah melangkahi pada sakadagami, Pengikut yang ketidak               Sempurnaannya sebegitu jauh telah dimusnahkan maka ia hanya harus “Kembali” dalam bentuk Manusia sekali lagi sebelum    mencapai Nirwana, Jalan Ketiga adalah anagami, Pengikut yang akan “tidak kembali” ke bumi, tapi akan mencapai tujuan dari         Kerajaan Brahma, sedang yang Keempat dan terakhir adalah Kearahatan, yang mana adalah Nirwana.
        Tiap-tiap Masa dari Keempat Masa ini lebih jauh dibagi lagi kedalam dua bagian Masa, yang lebih rendah disebut “Jalan” dan      yang lebih tinggi “Buah” (lihat Maha-parinibbana Sutta dan Komentar dari Sumangala Vilasini.)

        (Catatan. Lihatlah Journal of the Ceylon Branch of the Royal Asiatic Society 1847, dimana Gogerly telah memberikan Terjemahannya dari Jataka ini dan juga dari Ke 2, Ke 3, Ke 4, Ke 6 dan ke 38, dengan sebuah Pengenalan singkat mengenai Buku              Jataka. Lihat juga hal. 108 dari Hardy, Manual of Budhism, dan Gogerly dalam Ceylon Friend for August 1838.
        Jataka ini dikutip di Milinda-panho, p.289 dari Rhys Davids terjemahan dalam Vol.35 dari Sacred Books of the East. Disana ada                
        sebuah Apanaka-Sutta dalam Majjima-Nikaya (No.60), Tapi itu tidak ada untuk dihubungkan dengan ini, Apannaka-Jataka.)

0 komentar:

Posting Komentar