No. 1
APANNAKA-JATAKA
Perbincangan ini [2] mengenai Dhamma yang disampaikan oleh
Sang Buddha ketika Beliau berdiam di vihara besar di Jetavana dekat Savathi.
"Tetapi siapakah, anda
tanyakan, apakah itu sampai kepada Kisah ini?
Adapun, itu adalah ke lima ratus kawan-kawan dari bendahara, pengikut orang
yang menggunaan Hukum secara keliru. [3]
Pada suatu hari,
Anathapindika, [4] sang Bendahara, membawa lima ratus orang
kawan-kawannya pengikut ajaran lain pergi denganya ke Jetavana, ia juga membawa
seuntaian besar barang-barang, wewangian, dan salep, bersamaan dengan minyak,
madu, sirup manis, pakaian, dan baju-baju luar. Setelah memberi hormat kepada
Sang Buddha ia menyampaikan persembahan kepada Beliau dan memberikannya ke
Saudara-saudara di Vihara, minyak, obat dan lainnya bersamaan dengan baju-baju
dan setelah ini dilakukan dia mengambil tempat duduknya pada satu sisi sejauh
(kesalahan) di bawah.
Begitu juga dengan
pengikut-pengikut dari ajaran lain, menghormat Sang Buddha, dan mengambil
tempat duduk di sisi dekat Anathapindika, memandangi wajah sang Guru yang mulia
seperti bulan penuh, pada penampilannya yang tampan sekali, diwarisi oleh
tanda-tanda dari ke-Buddha-an dan dikelilingi sinar sekitar enam kaki dan dari
banyak kemuliaan yang menandai seorang Buddha, sebuah kemuliaan yang
dipancarkan seperti sinar dalam untaian sepasag-sepasang.
Lalu,
walau dalam suara yang mengguntur dari seekor Singa muda mengaum di dalam
lembah Merah, atau seperti segumpal awan badai di musim hujan sepertinya
membawa turun itu Bima sakti [5]
[96] dan se-akan-akan menenun seuntaian permata-permata, namun dalam
sebuah suara yang sempurna, keindahan daripadanya enak didengar, Beliau
berkotbah kepada mereka tentang Dhamma dalam sebuah percakapan penuh dengan
kemanisan dan diterangi dengan bermacam-macam keindahan.
Mereka, setelah mendengar perbincangan sang Guru,
bangkit semangatnya dan dengan penghormatan atas pengetahuan Yang Mulia,
meninggalkan ajaran lain dimana mereka telah mengambilnya sebagai perlindungan,
dan sekarang mereka mengambil ajaran Buddha sebagai perlindungannya.
Sejak itu tanpa berhenti mereka biasa pergi
bersama Anathapindika, membawa wangi-wangian dalam tangannya dan untaian
sejenisnya untuk mendengarkan Dhamma dalam wihara itu, dan mereka dilimpahi
dengan kedermawanan, menjaga ucapan-ucapan dan menjaga hari puasa mingguannya.
Sekarang Yang Suci pergi dari Savatthi kembali ke Rajagaha. Segera mereka
kembali ke ajaran yang lain sebagai perlindungan mereka, mereka kembali kepada
keadaan semula.
Setelah sekitar tujuh atau delapan bulan pergi,
Yang Suci kembali ke Jevatana. Sekali lagi Anathapindika datang dengan
kawan-kawannya kepada sang Guru, melakukan penghormatan dan membawakan
wangi-wangian dan semacamnya dan mengambil tempat duduknya di satu sisi. Dan
kawan-kawannya juga menghormati Yang Suci dan mengambil tempat duduk mereka
dengan cara serupa.
Kemudian Anathapindika memberitahukan Yang Suci,
tentang keadaan ketika sang Buddha berkeliling menyiarkan Ajarannya,
kawan-kawannya telah meninggalkan perlindungan, kembali kepada ajarannya yang
lama dan telah berubah kembali kepada keadaan mereka yang semula. Seperti
membuka bunga teratai pada bagian mulutnya, sepertinya itu sebuah kotak kecil
permata-permata, harum oleh bebauan yang baik dan diisi dengan berbagai
wewangian dengan kebijaksanaan beliau pernah berbicara kepada orang-orang
banyak, Yang Suci membuat suaranya merdu dan bertanya: "Apakah laporan itu
betul bahwa anda sekalian, para upasaka, telah meninggalkan Tiga Perlindungan [6]
untuk mencari perlindungan pada ajaran yang lain?"
Dan ketika mereka tidak dapat menyembunyikan
kenyataan, telah mengaku, berkata. "Benar, Yang Suci", kemudian sang
Guru berkata, "Para upasaka, tidak di antara batas [7] di
bawah dan surga tertinggi di atas, tidak dalam semua dunia yang tidak terbatas,
yang meregang ke kanan dan ke kiri, lebih kurang yang unggul yang menyamai
daripada seorang Buddha dalam keunggulannya yang timbul dari mengikuti
Firman-firman dari pemimpin yang bijak."
Kemudian Beliau menyatakan kepada mereka
keunggulan Tiratana (Tiga Permata) sebagaimana telah dibukukan di dalam naskah
Suci, di antara nomor-nomor itu sebagai berikut, "Dari semua makhluk,
saudara-saudara, baik yang tidak berkaki, dari semua ini sang Buddha adalah
pemimpinnya."
"Bagaimanapun kayanya di dunia ini ataupun di dunia lain." dan
"Sesungguhnyalah pemimpin dari kesetiaan." Dari sini beliau
meneruskan berkata: "Tak ada upasaka maupun upasika yang mencari
perlindungan dalam Tiga Permata, yang diwarisi dengan keunggulan yang tidak ada
taranya, pernah dilahirkan kembali dalam neraka dan keadaan semacam itu; tetapi
dihindarkan dari semua kelahiran kembali dalam keadaan yang menderita, mereka
dihantarkan kepada kerajaan para dewa-dewa dan di sana mereka mendapat
kemuliaan yang besar. Maka itu, meninggalkan perlindungan seperti ini, untuk
apa yang ditawarkan oleh ajaran lain, kamu telah tersesat."
Dan di sini Naskah Suci yang berikut ini dikutip
untuk menjelaskan bahwa tidak seorang pun, untuk mendapatkan kebaikan yang
paling tinggi, yang telah mencari perlindungan di dalam Tiga Permata, akan
terlahir kembali dalam keadaan yang menderita."
[97] Barang siapa yang telah berlindung
dalam Buddha,
Tidak akan dihantarkan ke keadaan menderita,
Jalan lurus, bilamana mereka akan meninggalkan jasmaninya,
Barangsiapa yang telah berlindung dalam Dhamma.......
Barangsiapa yang telah berlindung dalam Sangha, ....
Ada banyak macam Perlindungan yang dicari, Puncak Gunung, kesunyian Hutan
.....
Bilamana ia melihat dan mendapatkan perlindungan ini, kesemuanya akan
menghindarkannya dari setiap penderitaan. [9]
Tetapi Sang Guru tidak mengakhiri pengajarannya kepada mereka sampai di
sini, Beliau meneruskan dan berkata: "Para upasaka, meditasilah dengan
pikiran pada Buddha, meditasi dengan pikiran pada Dhamma (Kebenaran), meditasi
dengan pikiran yang pertama, kedua, ketiga, dan keempat jalan pada kebahagiaan.
[10]
Dan ketika Beliau telah membabarkan kebenaran
kepada mereka dengan cara ini dan cara lainnya, Beliau berkata, "Dalam
meninggalkan perlindungan semacam ini, anda telah tersesat." (dan di sini pemberian
pada beberapa jalan kepada siapa-siapa yang meditasi pada pemikiran pada Buddha
dan selanjutnya akan dijelaskan oleh kitab Suci sebagai berikut: "Adalah
satu hal, saudara-saudara bila dilatih dan dikembangkan akan membantu mencapai
hasil sesuatu yang sangat jijik dari kehampaan dunia, pada perhatian hawa
nafsu, pada akhir segala sesuatu, pada kedamaian, pada pengertian, pada
penerangan, pada Nirwana. Apakah yang satu ini? Meditasi pada pemikiran tentang
Dhamma.")
Ketika Beliau telah menegur para pengikut, Yang
Suci berkata, "Demikian juga pada waktu yang lampau, para pengikut
orang-orang yang melompat kepada sesuatu kesimpulan yang bodoh bahwa memang
tanpa perlindungan, sebagai suatu perlindungan yang nyata, jatuh menjadi
tangkapan bagi jin-jin dalam sebuah rimba kota setan yang selalu menghantuinya
dan dimusnakan habis-habisan, sedangkan orang-orang yang setia pada kebenaran,
yang tidak dibantah, sejahtera di dalam rimba yang sama."
Dan waktu Beliau telah mengatakan ini, ia berdiam,
kemudian bangkit dari tempat duduknya dan menghormati Yang Suci, upasaka
Anathapindika memuji-muji dan dengan merangkap tangan ke atas kepala sebagai
penghormatan, mengatakan sebagai berikut: "Itu jelas untuk kami, Guru,
bahwa pada hari ini para pengikut-pengikut ini terseret oleh kesalahan, jadi
meninggalkan perlindungan yang tinggi itu."
Tetapi kehancuran mematikan dari orang-orang yang
tidak menghargai pendapat yang benar di dalam Rimba Kota Setan yang menghantui
dan kesejahteraan dari orang-orang yang setia kepada kebenaran, adalah
tersembunyi bagi kami dan diketahui oleh Guru.
[98] Semoga itu menyenangkan Yang Suci,
sebagaimana sebab Bulan purnama terbit di langit, menjadikan hal ini terang
bagi kita,". Kemudian Yang Suci berkata, "Itu hanya semata-mata
dengan menyikat habis kesulitan-kesulitan dunia dengan menjalankan sepuluh
kesempurnaan, [11]
saya menjadi orang yang maha tahu. Perhatikan dan dengarkan sedekat
mungkin sebagaimana bila anda mengisi tabung emas dengan sum-sum singa.".
Semua ini telah menggairahkan perhatian si Bendahara, ia telah menjadi terang
hal lahir kembali telah tersembunyi dari mereka, sebagaimana dia membiarkan
bulan purnama dari udara yang lebih tinggi, tempat kelahiran dari salju-salju.
Pada suatu waktu di kota Benares, di negeri Kasi,
memerintah seorang raja bernama Brahmadatta.Pada waktu itu sang Bodhisatta
dilahirkan pada suatu keluarga pedagang dan tumbuh dewasa dalam perdagangan, ia
biasa melakukan perjalanan untuk itu dengan 500 pedati, bepergian dari timur ke
barat dan dari barat ke Timur.
Di Benares juga ada seorang pedagang muda, yang
berwawasan sempit dan pandir. Sekarang, pada waktu kisah kita, sang Bodhisatta
telah memuati limaratus pedatinya dengan barang-barang yang mahal dari kota
Benares dan mempersiapkan pedati-pedatinya untuk berangkat. Dan demikian juga
si pedagang pandir itu.
Sang Bodhisatta berpikir, "Kalau pedagang
muda pandir itu terus bersama saya sepanjang jalan, dan seribu pedati berjalan
bersamaan, ini mengakibatkan beban terlalu berat untuk jalanan, akan menjadi sangat
susah untuk mendapatkan kayu-kayu, air dan keperluan-keperluan lainnya untuk
orang-orang atau rerumputan bagi sapi-sapi, jadi salah satu harus berangkat
lebih dahulu." Kemudian Beliau menyampaikan dan memaparkan pandangannya
kepada pedagang lainnya itu dan berkata, "Kita berdua tidak bisa berangkat
bersamaan, bagaimana, maukah anda berangkat lebih dahulu atau
belakangan?". Yang lainnya berpikir, "Saya akan mendapat banyak
keuntungan kalau berangkat lebih dahulu, saya akan mendapatkan pucuk-pucuk dari
rumput, orang-orangku akan dapat memetik tumbuh-tumbuhan untuk dimasak, sumber
air tidak diganggu dan akhirnya saya akan tentukn harga yang saya hendaki untuk
barang-barangku."
Sehubungan dengan ini ia menjawab, "Saya akan
pergi lebih dahulu, Tuan yang baik.". Dipihak lain, Sang Bodhisatta
melihat banyak keuntungannya kalau berangkat belakangan, Beliau berdebat pada
dirinya sendiri. "Barang siapa yang pergi duluan akan meratakan jalanan
yang masih kasar, kemudian saya akan berjalan sepanjang jalan yang mereka telah
lalui, sapi-sapi mereka telah memakan rumput tua dan kasar, sedangkan
sapi-sapiku akan makan rumput muda yang manis, yang tumbuh bersemi pada bekas
rumput tua yang dimakannya, orang-orangku akan mendapatkan tumbuh-tumbuhan
segar dan manis untuk masakannya karena yang tua-tua telah dipetiknya, bilamana
tidak ada air, kafilah pertama akan menggali untuk persediaan mereka, dan kita
akan minum dari sumur-sumur yang mereka telah gali, tawar menawar harga yang
terlalu tinggi adalah pekerjaan yang mematikan, di mana saya mengikutinya
kemudian, akan menjual barang-barang saya pada harga-harga yang telah mereka
tetapkan.". Sehubungan ia melihat keuntungan semua ini Beliau berkata
kepadanya, "Jadilah, anda berangkat lebih dahulu, tuan yang baik.".
"Baik sekali, saya akan lakukan." berkata pedagang pandir itu. Lalu
dia memasang dan mempersiapkan kereta-keretanya.
Sepanjang perjalanan, ia telah melewati
kebiasaan-kebiasaan manusia biasa di belakang dan sampai pada bagian luar dari
rimba belantara. (Sekarang rimba belantara terdiri dari lima macam, sebagai
berikut: rimba perampokan, rimba binatang buas, rimba kekeringan, rimba
raksasa/setan dan rimba kelaparan. Yang pertama ialah bila jalanan dikuasai
oleh perampok-perampok, yang kedua ialah bila jalanan dikuasai oleh
raksasa/setan dan yang kelima bilamana tidak bisa didapat umbi-umbian dan
makanan. Dan dalam lima golongan rimba ini yang dalam pertanyaan ialah
ke-dua-duanya yakni, kekeringan dan rimba raksasa/setan.)
Sehubungan dengan ini, pedagang muda membawa
jambangan air yang besar di pedatinya, dan mengisinya dengan air, dipersiapkan
untuk menyeberangi gurun pasir sepanjang 60 league yang terbentang di mukanya.
Sekarang, ketika ia telah sampai pada pertengahan rimba itu, Jin yang selalu
menghantuinya berkata pada dirinya sendiri, "Akan saya buat orang-orang
ini membuang persediaan airnya, dan membinasakan mereka semua bila mereka dalam
keadaan pingsan."
Maka dengan kekuatan sihirnya ia membentuk sebuah
kereta yang indah yang ditarik oleh sapi-sapi jantan muda yang serba putih.
Dengan seregu pengiring terdiri dari sepuluh orang muda yang serba putih.
Dengan seregu pengiring terdiri dari sepuluh atau duabelas Jin yang mengenakan
busur dan tempat anak-anak panah, pedang-pedang dan tameng, ia mengendarai
untuk bertemu dengan mereka seperti penguasa yang hebat di dalam keretanya,
dengan bunga-bunga teratai biru dan bunga lily air putih terangkai sekitar
kepalanya, dengan rambut dan baju-baju yang basah dan dengan roda-roda kereta
yang penuh lumpur. Pelayan-pelayannya di depan dan juga di belakangnya berjalan
sepanjang jalan dengan rambut dan baju yang basah, dengan dihiasi bunga teratai
biru dan bunga-bunga lily air putih di atas kepalanya dan dengan ikatan-ikatan
dari bunga teratai putih ditangannya yang tangkainya menetaskan air dan lumpur.
Sekarang pimpinan kafilah mempunyai kebiasaan
sebagai berikut: bilamana angin bertiup ke dalam giginya, mereka mengendarainya
di muka di dalam keretanya dengan para pembantunya mengelilingi mereka dengan
maksud menghindari debu, tapi bilamana angin bertiup dari belakang mereka, maka
mereka mengendarainya di bagian dalam membentuk barisan di belakang.
Dan pada kejadian ini, angin sedang bertiup
menerpa mereka, si pedagang muda sedang mengendarai di muka.
Ketika Jin itu jadi sadar dengan kedatangan
pedagang itu, ia mengendalikan keretanya ke pinggir dari jejak jalanan dan
menyapanya dengan baik, menanya padanya ke mana ia akan bepergian.
Pemimpin kafilah juga mengarahkan keretanya ke pinggir jalan agar
kereta-kereta dapat saling lewat, sementara itu ia berhenti di pinggir jalan
dan menyapa jin itu: "Kami baru saja dalam perjalanan dari kota Benares,
Tuan. Tapi saya perhatikan bahwa anda mempunyai bunga-bunga teratai dan
bunga-bunga lily air di atas kepala dan di tangan-tangan anda, dan orang-orang
anda mengunyah tangkai yang bisa di makan, dan anda semua berlumpur dan basah
dengan tetesan air.
Apakah hari hujan selagi anda dalam perjalanan, dan apakah anda melalui
kolam yang dipenuhi oleh bunga-bungan teratai dan lily air ? Mengapa dari
sebelah sana muncul suatu corak hijau tua dari hutan dan di sebelah depannya
lagi hanya ada air melalui hutan itu ?"
"Di sana keadaanya selalu hujan, kolamnya
penuh, dan pada tiap pinggirnya ada danau yang dipenuhi dengan bunga-bunga
teratai dan lily Air."
Kemudian ketika iringan kereta itu telah lewat, ia bertanya ke mana mereka
menuju, "Ke tempat yang demikianlah", itu jawabnya. "Dan
barang-barang apakah yang ada di kereta ini dan di dalam sini ?".
"Oh, ada air di dalamnya.". "Anda berbuat benar untuk membawa
air dari arah yang lain, tapi itu tidak perlu lagi sekarang, karena pada
perjalanan di depan, air berlimpah, maka pecahkanlah jambangan air itu dan
buanglah airnya, itu akan membuat perjalanan anda lebih mudah." dan ia
menambahkan, "Sekarang, teruskanlah perjalanan anda, karena kita sudah
berhenti terlalu lama."
Kemudian ia pergi sedikit lebih lanjut, sampai dia
tidak kelihatan dan dia berjalan balik ke kota jin di mana dia tinggal.
Sebegitu bodohnya pedagang pandir ini, ia mengerjakan saran si jin itu, dan ia
memecahkan jambangan itu hingga semua airnya terbuang, tanpa menyimpan seciduk
tanganpun. Kemudian ia memerintahkan pedati-pedati untuk bergerak maju.
Tidak setetes air pun mereka jumpai di depan sana,
dan kehausan membuat orang-orangnya kelelahan. Sepanjang hari, hingga matahari
turun mereka terus bergerak maju, tetapi pada saat matahari terbenam mereka
melepas pedatinya dan membuat suatu peristirahatan dan menambatkan sapi-sapinya
pada roda pedati. Sapi-sapi tidak punya air untuk minum, dan orang-orang tidak
ada air sama sekali untuk memasak nasi, dan sekumpulan orang yang kelelahan ini
tergeletak di tanah, tertidur. Tetapi begitu malam tiba, para jin itu datang
dari kotanya dan membunuhi setiap orang dan sapi-sapi itu, dan setelah mereka
memangsa daging-daging mereka, meninggalkan hanya tulang-tulangnya saja; para
jin itupun berpisah.
Ini hanya karena kebodohan pedagang muda itu yang
menyebabkan kehancuran seluruh rombongan, yang tulang belulangnya berserakan ke
segala arah, sedangkan ke lima ratus kereta itu terletak di sana dengan
muatannya yang tidak disentuh.Sekarang, sang Bodhisatta telah melewatkan
sekitar enam minggu sejak pedagang muda yang pandir itu berangkat, sebelum
Beliau memulai perjalanan.Kemudian Beliau berjalan maju dari kota dengan lima
ratus keretanya. Dan pada perjalanan yang semestinya, tibalah ia pada bagian
luar rimba itu.
Di sini
Beliau telah mengisi jambangan air sampai pada persediaan yang cukup, dan
dengan isyarat pukulan genderang, Beliau telah menyusun orang-orangnya dalam
sebuah perkemahan dan berpesan kepada mereka: "Jangan sampai seciduk air
pun digunakan tanpa seizin saya. Di sana ada pohon-pohon beracun dalam rimba
ini, jadi jangan sampai di antara kalian memakan sembarang daun-daun,
bunga-bunga atau buah-buahan yang sebelumnya belum pernah kamu makan, tanpa
bertanya dulu kepada saya."
Dengan himbauan seperti ini kepada orang-orangnya,
Beliau bergerak maju ke dalam rimba itu beserta lima ratus keretanya.Ketika
Beliau tiba pada pertengahan rimba itu, jin itu membuat pemunculannya pada
jalur perjalanan Bodhisatta seperti pada cara yang sama sebelumnya.
Tapi ketika Beliau menyadari adanya jin itu, sang
Bodhisatta melihat melaluinya, dan Beliau berpikir pada dirinya sendiri,
"Tidak ada air di sini, dalam gurun yang tanpa air ini. Orang ini dengan
matanya yang merah dan sikap yang agresip, tidak membentuk bayangan, sangat
mungkin sekali dia telah membujuk pedagang muda pandir itu yang mendahului
saya, untuk membuang semua airnya, kemudian menunggu sampai mereka rusak total,
telah memakan semua pedagang itu dan orang-orangnya. Tetapi dia tidak tahu
kepandaian saya dan saya telah paham.". Kemudian Beliau berteriak kepada
jin itu, "Pergilah! kami orang-orang dagang dan tidak membuang air yang
telah kami punyai sebelum kami melihat di mana lebih banyak air, kami mungkin
percaya untuk membuang air ini dan meringankan pedati-pedati kami.". Jin
itu lalu berjalan sedikit lebih jauh sampai ia tidak terlihat lagi, dan
kemudian kembali ke rumahnya di kota setan.
Tapi ketika Jin itu telah pergi, pengikut
Bodhisatta berkata kepadanya, "Tuan, kami mendengar dari orang-orang itu
bahwa di seberang sana ada corak hijau tua tanda dari hutan, di mana kata
mereka keadaannya selalu hujan. Mereka telah mendapatkan bunga-bunga lily air
di dalam tangannya dan memakan tangkai muda, sementara itu baju dan rambut
mereka basah dengan air, jatuh menetes dari padanya, marilah kita membuang air
kita, dan kita bisa jalan terus sedikit lebih cepat dengan pedati yang
ringan." Mendengar perkataan ini, sang Bodhisatta memerintahkan berhenti
dan mengumpulkan semua orang-orangnya.
"Katakan pada saya," katanya,
"Adakah di antara kalian pernah mendengar sebelum hari ini bahwa di sana
ada sebuah danau atau sebuah kolam di dalam rimba ini?". "Tidak, tuan,"
jawabnya."Mengapa itu telah terkenal sebagai 'gurun tanpa air'?".
"Kita baru saja diberitahu oleh beberapa orang bahwa baru saja hujan di
depan sana, di dalam hutan ini, sekarang, seberapa jauh sebenarnya hujan-angin
bertiup?", "Satu league, tuan", "Dan apakah hujan angin itu
mencapai seseorang disini?", "Tidak, tuan.", "Seberapa
jauhkan dapat kami lihat puncak dari pada awan badai?", "Satu league,
Tuan", "Dan adakah seseorang di sini telah melihat satu saja puncak
awan badai itu?", "Tidak, tuan."
"Seberapa jauh kamu dapat melihat sinar
kilat?", "Empat atau lima league, tuan.", "Dan adakah
seseorang di sini telah melihat sinar kilat?", "Tidak, tuan.",
"Seberapa jauh seseorang dapat mendengar suara guntur?", "Dua
atau tiga league, tuan." "Dan adakah seseorang di sini telah
mendengar suara guntur?" "Tidak, tuan.". "Ini adalah bukan
orang tapi jin. Mereka akan kembali dalam harapan membinasakan kita bilamana
kita lemah dan tdak sadar setelah kita membuang air kita sebagaimana yang mereka
sarankan. Sebagaimana pedagang muda yang berangkat sebelum kita, bukanlah
seseorang yang berakal, ia telah berbuat bodoh dengan membuang airnya dan telah
dibinasakan begitu kelelahan muncul. Kita boleh berharap untuk mendapatkan
kelima ratus pedatinya berdiri persis seperti pedati-pedati itu dimuati untuk
berangkat, kita akan sampai pada mereka hari ini. Tetaplah pada kecepatan yang
mungkin dicapai tanpa membuang setetespun air."
Dengan kata-kata dorongan ini pengikutnya maju
terus. Beliau maju terus dalam perjalanannya sampai Beliau tiba pada lima ratus
pedati yang berdiri persis seperti pedati-pedati itu dimuati dan tulang orang
dan sapi berserakan pada setiap jurusan.
Beliau telah melepas pedatinya dan membentuk
sebuah lingkaran hingga membentuk sebuah pertahanan yang kuat, Beliau melihat
orang-orangnya dan sapi-sapinya telah makan lebih pagi, dan sapi-sapinya di
buat berbaring di tengah-tengah dengan orang-orang disekelilingnya dan Beliau
sendiri dengan orang-orang memimpinnya berdiri berjaga-jaga, dengan pedang di
tangan, sepanjang tiga waktu dari satu malam, menunggu sampai fajar tiba.
Keesokan harinya, pada waktu fajar, ketika Beliau
siap memberi makan sapi-sapinya dan segala sesuati yang diperlukan dilakukan,
Beliau mengganti pedatinya yang lemah dengan yang lebih kuat, dan
barang-barangnya yang biasa dengan yang paling mahal dari barang-barang yang
terlantar itu.
Kemudian Beliau meneruskan perjalanan ke tujuannya
di mana Beliau menukar persediaan barang-barangnya untuk dua atau tiga kali
dari harganya, dan kembali lagi ke kotanya tanpa kehilangan seorangpun dari
semua rombongannya.
[104] Kisah ini berakhir, berkata sang guru,
"Maka itulah orang awam bahwa di masa lampau, sesuatu yang tak berguna
mendatangkan kehancuran, sedangkan mereka yang setia pada kebenaran, terlepas
dari tangan-tangan setan, mencapai tujuannya dengan selamat dan kembali lagi ke
rumah mereka." Dan bilamana Beliau telah merangkai dua cerita ini
bersama-sama, Beliau sebagai Buddha, mengucapkan syair berikut ini untuk
kepentingan pelajaran tentang kebenaran.
Beberapa orang mengucapkan yang tunggal,Kebenaran yang tiada tara;
Tapi di samping itu, pemikiran yang salah berkata,
Biarkan dia, mengambil sebuah pelajaran dari sini, adalah bijaksana,
Dan genggam kuat-kuat yang tunggal ini, kebenaran yang tiada tara.
[105] Maka Yang Suci mengajarkan pelajaran ini
menghargai kebenaran. Dan Beliau meneruskan berkata: "Apa yang dikatakan
berjalan dengan kebenaran, tidak hanya memberikan tiga pemberian yang berharga,
enam surga dari kerajaan perasaan, dan pemberian yang lebih tinggi dari Brahma,
tapi akhirnya pemberian dari ke arahatan [106], dan juga apa yang dikatakan
berjalan dengan kepalsuan, diakhiri terlahir kembali dalam empat keadaan
hukuman atau dalam kasta terendah dari kemanusiaan." Selanjutnya sang guru
terus menguraikan Empat Kebenaran [12]
Mulia dalam enam belas cara. Pada akhirnya semua ke lima ratus pengikut
itu ditetapkan dalam hasil dari jalan yang pertama. [13]
Setelah membawakan pelajaran dan pengajarannya dan
telah mengatakan dua cerita dan menetapkan menggabung keduanya bersama-sama
sang guru menyimpulkan dengan mengakurkan kelahiran sebagai berikut:
"Devadatta adalah pedagang muda yang pandir pada waktu itu,
pengikut-pengikutnya adalah para pengikut pedagang itu, pengikut-pengikut
Buddha adalah pengikut-pengikut pedagang bijaksana, yang mana adalah saya
sendiri."
[1] Naskah Kitab Suci Jataka, Yang salah satunya terdiri dari gathas atau
pantun-pantun, dibagi menjadi “buku-buku” atau nipatas sesuai dengan nomor dari gathas. Isi sekarang ini berisi 150
cerita yang dijelaskan, dan membentuk komentar dari satu gatha pada tiap-tiap kejadian, dan menyusun
jadi buku pertama. Buku-buku kemudiannya berisi jumlah yang bertambah dari
gathas dan jumlah yang berkurang dari
cerita-cerita. Contohnya : Buku kedua berisi 100 cerita dua gatha, Buku
ketiganya 50 cerita tiga-gatha, dan
seterusnya. Jumlah total Buku-buku atau nipatas ada 22, 21 daripadanya
berbentuk Naskah dari lima isi Naskah Pali yang diterbitkan. Nipatas di bagi-bagi lagi jadi vaggas, atau kelompok
dari kira-kira 10 cerita, dinamakan sebagai sebuah patokan setelah cerita yang pertamanya. Bukan karena
berpikiran ingin menghambat terjemahan dengan cara pembagian-pembagian ini.
[2] Cerita pendahuluan biasanya
mulai dengan mencatat, sepertinya sebuah kata yang menarik prhatian, Kata-kata
yang pertama dari gatha yang
berikutnya.
[3] Arti kata “sectaries”, tapi biasanya diterjemahkan “heretics,” satu
ungkapan menjadi terlalu keagamaan suatu arti kata yang diaplikasikan ke para ahli pikir.
Ke - enam Saingan dengan siapa
Gotama, terutama harus bersaing adalah Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita
Kesa - kembali, Pakudha
Kaccayana, Sanjaya Belatthi-putta, dan Nigantha Nata-putta (lihat : contoh,
Samannaphala Sutta dalam Digha Nikaya, Vol.1.
p.47)
[4] Ini sebuah Nama Keluarga, secara harfiah berarti “Pemberi makan si miskin”
nama biasanya adalah Sudatta. Lihat cerita di dalam Vinaya (Cullavagga), VI. 4, 9) bagaimana ia membeli
Hutan kecil bagi pangeran Jeta sebanyak uang yang akan mengalasi tanah- tanahnya, dan bagaimana ia kemudian
membangun diatasnya Biara yang besar untuk sang Buddha.
[6] Buddha, Kebenaran Kotbahnya, dan Persaudaraan yang beliau bentuk. Tiga
serangkai ini dikatakan sebagai “Tiga Permata”
[7] Pembicaraan setepatnya, paham Buddhist tidak mengenal Neraka hanya suatu
Keadaan dimana Arwah harus mensucikan diri, yang
mana dari pada Tempat-tempat penyiksaan untuk sementara dan Pendidikan.
[8] Perkataan Deva, saya telah berpegang pada bentuk Pali, berarti seorang
“Malaikat”, dari pada seorang “Tuhan”dalam kepercayaan Buddhist yang tidak ada Tuhan. Lihat juga Rhys Davids dalam
“Buddhist Suttas,” nya Hal. 162
[11] Berdana, Kebaikan, Penyerahan, Kebijaksanaan, Tenaga (Kekuatan), Kesabaran, Kebenaran,
Penyelesaiaan, Cinta Kebaikan dan Ketetapan
hati. (lihat. : Cariya Pitaka.pp.45 - 7 dari Naskah Pali diterbitkan oleh
Dr.Morris untuk Pali Text Society). Lihat juga Jataka
No. 35 &c.
n
1. Keberadaan
individu adalah Penderitaan,
n
2. Keinginan
menyebabkan kelanjutan daripada Keberadaan individu
n
3. Dengan
lenyapnya Keinginan, Keberadaan individu juga akan lenyap, dan
n
4. Keinginan
lenyap dengan mengikuti delapan Jalan
Mulia yang ditunjukan oleh sang Buddha (Lihat Rhys Davids
n
Hibbert
Lecture for 1881.)
[13] Jalan yang normal ke Buddhist Yang ideal setelah pertobatan dibagi kedalam empat Masa yang berhasil dinamakan
cattaro magga atau “empat
Jalanan”.Yang pertama ialah melangkahi pada sotapanno (Seseorang “yang telah
memasuki Arus” yang mengalir kebawah
menuju Lautan Nirwana.) Siapa dipastikan mencapai akhir tujuannya, tapi lebih
dulu melalui tujuh lagi Kelahiran tanpa
satu Kelahiranpun dalam keadaan menderita, Jalan kedua ialah melangkahi
pada sakadagami, Pengikut yang ketidak Sempurnaannya
sebegitu jauh telah dimusnahkan maka ia hanya harus “Kembali” dalam bentuk
Manusia sekali lagi sebelum mencapai
Nirwana, Jalan Ketiga adalah anagami, Pengikut yang akan “tidak kembali” ke
bumi, tapi akan mencapai tujuan dari Kerajaan
Brahma, sedang yang Keempat dan terakhir adalah Kearahatan, yang mana adalah
Nirwana.
Tiap-tiap Masa dari Keempat
Masa ini lebih jauh dibagi lagi kedalam dua bagian Masa, yang lebih rendah
disebut “Jalan” dan yang lebih tinggi
“Buah” (lihat Maha-parinibbana Sutta dan Komentar dari Sumangala Vilasini.)
(Catatan. Lihatlah Journal of the Ceylon Branch of the Royal Asiatic
Society 1847, dimana Gogerly telah memberikan Terjemahannya
dari Jataka ini dan juga dari Ke 2, Ke 3, Ke 4, Ke 6 dan ke 38, dengan sebuah
Pengenalan singkat mengenai Buku Jataka.
Lihat juga hal. 108 dari Hardy, Manual of Budhism, dan Gogerly dalam Ceylon
Friend for August 1838.
Jataka ini dikutip di
Milinda-panho, p.289 dari Rhys Davids terjemahan dalam Vol.35 dari Sacred Books
of the East. Disana ada
sebuah Apanaka-Sutta dalam
Majjima-Nikaya (No.60), Tapi itu tidak ada untuk dihubungkan dengan ini,
Apannaka-Jataka.)
0 komentar:
Posting Komentar